Newest Post
Untuk segala hal yang telah terjadi dan telah kulewati, aku masih harus menark nafas dalam untuk mengartikan segala rencana Tuhan. Ketika kita telah berhipotesa bahwa kita mengerti jalan rencana Tuhan untuk kita, saat itu pula segala kejadian-kejadian merusak hipotesa itu. Termasuk aku yang mencoba mengerti, namun belum bisa memahami.
Aku bukan orang yang ceria. Aku monoton. Hidup sendiri tanpa teman merupakan kebiasaan yang telah kujalani bertahun-tahun. Tak ada yang pernah benar-benar ada dan mengerti tentang diri ini. Aku tak memaksa mereka mengerti, aku puas hanya sendiri. Aku merupakan diriku yang lemah, yang terluka saat berenang dan babak belur tanpa sebab yang jelas saat senam lantai. Aku, diriku yang menikmati musik sedih dan meratapi lagu itu sampai menangis. Aku, diriku yang susah untuk tersenyum, memuakkan semua orang yang mencoba mengajari, namun aku tetap tak bisa tersenyum saat bertemu mereka. Pada akhirnya mereka menyerah...
Sekali lagi aku katakan, aku biasa di tinggalkan
Dan, beberapa hari yang lalu aku baru menyadari suatu hal. Ada seseorang disampingku yang bagai sudut berseberangan, bertolak belakang. Ia bisa tersenyum kapanpun ia mau dan ingin. Ia memiliki keceriaan yang tak terbatas. Ia mendengarkan musik bahagia dan menari-nari dengan bahagianya, seolah tak pernah ada duka dalam harinya. Ia, memiliki banyak teman yang tak bisa kutandingi. Teman yang tanpa dia sadari, telah banyak membantu hari-harinya dan mendukungnya..
Dan ini benar-benar paradoks
Post a Comment