Newest Post
// Posted by :iswaramba
// On :Friday, June 7, 2013
Someone that come to earth on 9 March
Tiga tahun yang lalu, aku ingat
betul. Kala itu kamu menghabiskan waktu berminggu-minggu menyelesaikan
bintang-bintang kecil dari kertas kado sebanyak botol air mineral. Kamu membuatnya dalam kelas saat pelajaran, kala
di kamarmu, kala makan di kantin, tanpa henti.
Kamu bangga saat menunjukkan hasil karyamu padaku. Ini untuk Ayu ma, teriakmu menggila kala itu. Ayu, teman sekelas
kita akan berulangtahun.
Aku yang kerap kamu panggil mama saat
itu hanya mampu tersenyum mendapatimu sangat puas menyelesaikan hadiahmu. Aku ingat
betul, warna bintang-bintang kecil itu adalah ungu, warna kegemaranmu. Akhirnya
tepat saat ulang tahun Ayu kamu memberikan hadiah itu dengan bahagia, iapun
menerimanya dengan bahagia.
Beberapa
bulan kemudian, adalah bulan ulangtahunku. Berjalan menuju sekolah membuatku
merasa yakin bahwa akan banyak orang yang menyelamati ulang tahunku. Namun,
percaya diri hanya membuat manusia jatuh dengan perasaan kematian. Tak ada
seorangpun yang ingat akan hari ulang tahunku, bahkan orang yang aku kira akan
menjadi orang pertama yang menyelamatiku tidak melakukannya. Ya, kamu hanya
berjalan, belajar, makan secara wajar, biasa-biasa saja.
Wajarkah
jika aku meringis? Aku memiliki seluruh tanggal ulang tahun teman sekelas. Kala
mereka berulang tahun, akulah orang pertama yang menaruh hadiah pada laci meja
mereka. Aku bukan pamrih, aku hanya ingin memiliki banyak teman. Namun, teman
hanyalah ilusi pemabuk yang menyayat hingga tulang. Tak ada seorangpun yang
ingat hari ulang tahunku hari itu, tahun berikutnya, dan berikutnya lagi.
Termasuk kamu, -seseorang yang menempel erat padaku setiap hari dan memanggilku
mama-
Hari ini
adalah hari ulang tahunmu yang ke tujuh belas. Aku mengingatnya betul, hanya
mengingatnya. Aku bukan lagi mama, aku bukan lagi orang bodoh yang menaruh
hadiah pada siapapun dalam laci meja mereka, dan aku bukan lagi aku yang dulu
yang mencari ilusi semu bertopeng teman. Aku hanya murid SMA asrama yang
mengejar cita-cita demi masa depan yang masih samar. Bukan sepertimu yang
merupakan anak seorang pejabat dengan masa depan terjamin. Aku dan Ayu-mu
bersekolah di tempat yang sama, berpuluh kilometer jauhnya dari SMP kita dulu.
“Hari ini ulang tahun Yunda”
“Yunda, Yunda siapa?”
“Lupakan saja, bukan siapa-siapa”
“Oh, Yunda yang kurus itu, teman sekelas kita?”
“Mungkin” aku berlalu, cukup sudah percakapan itu
Lihat?
Betapa limbungnya timbangan keadilan sang kehidupan? Betapa aku memohon dan
memelas pada Tuhan untuk mendapat teman. Betapa mudahnya orang lain untuk
membuang kenangan yang begitu berharga untuk di bungkus dalam peti emas hati. Walaupun
tak ada kata yang terucap, percayalah air mata kepedihan atas hidup ini
merupakan hadiah termanis yang pernah ada.
Sweet Seventeen, Y
Post a Comment