Newest Post

// Posted by :iswaramba // On :Tuesday, July 23, 2013

Dikehidupanmu yang sepi dan datar, kamu pasti pernah mengidolakan seseorang. Bukan, bukan dalam artian pacar atu percintaan lagi. Lebih sebagai seseorang yang kamu kagumi dengan sepenuh hati. seseorang yang mampu membangkitkan semangatmu layaknya api, api yang tak pernah kamu jumpai sebelumnya. Kamu ingin sekali bersama orang itu serta mendengar setiap kata magisnya. Kamu berdoa pada Tuhan untuk mendengarkan suaranya yang hanya untuk menyemangatimu, bukan beratus orang lain diluar sana. Kamu ingin memonopolinya sebanyak mungkin. Katakanlah kamu tak tahu diri atau apapun, kamu hanya ingin hidup dengan api itu.
Kamu terus mengingat saat-saat itu. saat dimana kamu terjatuh dalam gelap yang tak berujung. Bahkan bernafas saja berat untuk dijalani. Dalam kegelapan itu dia muncul dengan segala keterangan yang menyilaukan. Memberimu sedikit sinarnya yang tak pernah padam. Mengobati hatimu yang entah berapa kali telah terluka. Kini kamu mampu tersenyum dan berani berdiri setelah lama bersimpuh dalam kubangan rasa takut bertahun yang kamu kebangbiakan dalam hati. betapa magisnya kalimatnya hingga mampu menghidupkanmu yang hampir menjadi zombie.
Saat terbaik kala itu adalah ketika kamu mendengar petuahnya yang merdu di pagi hari. Siaran radio itu menggelar suaranya dengan tenang. Membiusmu dalam kehangatan rumah. Kamu merasa telah pulang di tengah perantauan.
Hari itu kamu bertemu dengannya lagi. Entah mengapa ia terlihat sendu. Semua orang melihat biasa, hanya kamu yang entah mengapa merasa sakit yang tak terperi. Ia bertanya keadaanmu yang tak terlihat baik namun kamu hanya bisa menggeleng. Kamu membenci saat-saat tubuh dan perasaanmu bertolak belakang dengan sempurna.
Hari itu juga kamu tahu bahwa kamu tak dapat lagi bertemu dengannya. Ia akan pergi tanpa sebuah salam perpisahan sebelumnya. Ia hanya menangis, tapi kamu telah terlebih dahulu mandi air mata. Kamu menyesal akan pertemuan yang begitu singkat. Kamu tak dapat berkata apa, hanya menangis mendengarnya memberikan salam perpisahan pada seluruh yang ada si tempat itu. kala ia akan pergi, kamu bertahan untuk tidak berlari keluar. Kamu berjalan hingga sampai tepat didepannya. Lama, kalian hanya saling tatap dan menangis, seolah kalian bisa berbicara hanya dengan bertatapan. Ia merengkuhmu dalam pelukannya. Tubuhnya yang begitu kecil serta hangatnya dan aroma tubuhnya kala itu kamu yakin tak dapat kamu lupakan, bahkan hingga saat kamu membaca surat ini kapanpun itu. kamu menyesal begitu mengingat hal yang menyakitkan.

Kini kamu berdiri dengan apimu sendiri. Kata-kata pujiannya untukmu masih kamu simpan. Kata-kata yang kini terasa menyesakkan. Kenapa hanya dia yang membekas? Ketika kamu membeli buku, kamu mendapati kata-katanya dalam buku itu, kamupun menangis sejadinya. Kini bukumu yang kamu kerjakan sekuat tenaga masih terbungkus rapi dirumah. Buku yang didalamnya ada sepercik karyamu yang ingin kamu persembahkan padanya. Terimakasihmu padanya atas hidup kedua yang ia beri. Kini buku itu masih terbungkus materai ketakutan hingga suatu saat nanti kamu berani untuk mengirimnya, dengan senyuman.

Pojok Ruangan Yang Sepi

// Copyright © San'say Orstegile Blog //Anime-Note//Powered by Blogger // Designed by Johanes Djogan //